• Swing States: Kunci Kemenangan Trum dan Hillary Clinton (1)

    Pertarungan memperebutkan gedung putih kian sengit, bahkan sampai pada malam hari menjelang pemilihan umum. Salah satunya yaitu mendulang dukungan dari swing state. swing state disebut-sebut sebagai penentu dalam pilpres tahun ini.

  • Kra Canal (2)

    Kra Canal atau Canal Thai mengacu pada proposal kanal untuk memotong melalui tanah genting selatan Thailand, yang menghubungkan Teluk Thailand dengan Laut Andaman.

  • Eiffel Scholarship Program (3)

    Pemerintah prancis yang menawarkan beasiswa kepada mahasiswa internasional melalui effel exellence scholarship programe, adapun beasiswa ini diperuntukkan bagi mahasiswa internasional

  • Model-Model Demokrasi (5)

    Demokrasi berasal dari bahasa yunani, demos (rakyat) dan kratos (kekuasaan). Menurut robertson demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana rakyat berkuasa

  • A Theory of Justice (6)

    John Borden Rawls dilahirkan di Baltimore, Maryland, Amerika Serikat pada 21 Februari 1921

Showing posts with label Feminisme. Show all posts
Showing posts with label Feminisme. Show all posts

Monday 22 December 2014

Feminisme

TEORI FEMINISME (GENDER)

1.                    Sejarah
Feminisme sebagai filsafat dan gerakan berkaitan dengan Era Pencerahan di Eropa yang dipelopori oleh Lady Mary Wortley Montagu dan Marquis de Condorcet. Setelah Revolusi Amerika 1776 dan Revolusi Prancis pada 1792 berkembang pemikiran bahwa posisi perempuan kurang beruntung daripada laki-laki dalam realitas sosialnya.[rujukan?] Ketika itu, perempuan, baik dari kalangan atas, menengah ataupun bawah, tidak memiliki hak-hak seperti hak untuk mendapatkan pendidikan, berpolitik, hak atas milik dan pekerjaan.[rujukan?] Oleh karena itulah, kedudukan perempuan tidaklah sama dengan laki-laki di hadapan hukum.[rujukan?] Pada 1785 fperkumpulan masyarakat ilmiah untuk perempuan pertama kali didirikan di Middelburg, sebuah kota di selatan Belanda.

Kata feminisme dicetuskan pertama kali oleh aktivis sosialis utopis, Charles Fourier pada tahun 1837.[rujukan?] Pergerakan yang berpusat di Eropa ini berpindah ke Amerika dan berkembang pesat sejak publikasi John Stuart Mill, "Perempuan sebagai Subyek" ( The Subjection of Women) pada tahun (1869).[rujukan?] Perjuangan mereka menandai kelahiran feminisme Gelombang Pertama.[rujukan?]

Pada awalnya gerakan ditujukan untuk mengakhiri masa-masa pemasungan terhadap kebebasan perempuan. Secara umum kaum perempuan (feminin) merasa dirugikan dalam semua bidang dan dinomor duakan oleh kaum laki-laki (maskulin) dalam bidang sosial, pekerjaan, pendidikan, dan politik khususnya - terutama dalam masyarakat yang bersifat patriarki. Dalam masyarakat tradisional yang berorientasi Agraris, kaum laki-laki cenderung ditempatkan di depan, di luar rumah, sementara kaum perempuan di dalam rumah.[rujukan?] Situasi ini mulai mengalami perubahan ketika datangnya era Liberalisme di Eropa dan terjadinya Revolusi Perancis di abad ke-XVIII yang merambah ke Amerika Serikat dan ke seluruh dunia.

Adanya fundamentalisme agama yang melakukan opresi terhadap kaum perempuan memperburuk situasi.[rujukan?] Di lingkungan agama Kristen terjadi praktek-praktek dan kotbah-kotbah yang menunjang hal ini ditilik dari banyaknya gereja menolak adanya pendeta perempuan, dan beberapa jabatan "tua" hanya dapat dijabat oleh pria.

Pergerakan di Eropa untuk "menaikkan derajat kaum perempuan" disusul oleh Amerika Serikat saat terjadi revolusi sosial dan politik. Di tahun 1792 Mary Wollstonecraft membuat karya tulis berjudul "Mempertahankan Hak-hak Wanita" (Vindication of the Right of Woman) yang berisi prinsip-prinsip feminisme dasar yang digunakan dikemudian hari.

Pada tahun-tahun 1830-1840 sejalan terhadap pemberantasan praktek perbudakan, hak-hak kaum prempuan mulai diperhatikan dengan adanya perbaikan dalam jam kerja dan gaji perempuan , diberi kesempatan ikut dalam pendidikan, serta hak pilih.

Menjelang abad 19 feminisme lahir menjadi gerakan yang cukup mendapatkan perhatian dari para perempuan kulit putih di Eropa.[rujukan?] Perempuan di negara-negara penjajah Eropa memperjuangkan apa yang mereka sebut sebagai keterikatan (perempuan) universal (universal sisterhood).

Pada tahun 1960 munculnya negara-negara baru, menjadi awal bagi perempuan mendapatkan hak pilih dan selanjutnya ikut ranah politik kenegaraan dengan diikutsertakannya perempuan dalam hak suara parlemen.[rujukan?] Gelombang kedua ini dipelopori oleh para feminis Perancis seperti Helene Cixous (seorang Yahudi kelahiran Aljazair yang kemudian menetap di Perancis) dan Julia Kristeva (seorang Bulgaria yang kemudian menetap di Perancis) bersamaan dengan kelahiran dekonstruksionis, Derrida. Dalam the Laugh of the Medusa, Cixous mengkritik logosentrisme yang banyak didominasi oleh nilai-nilai maskulin.Banyak feminis-individualis kulit putih, meskipun tidak semua, mengarahkan obyek penelitiannya pada perempuan-perempuan dunia ketiga seperti Afrika, Asia dan Amerika Selatan.

Gelombang feminisme di Amerika Serikat mulai lebih keras bergaung pada era perubahan dengan terbitnya buku The Feminine Mystique yang ditulis oleh Betty Friedan di tahun 1963. Buku ini ternyata berdampak luas, lebih-lebih setelah Betty Friedan membentuk organisasi wanita bernama National Organization for Woman (NOW) di tahun 1966 gemanya kemudian merambat ke segala bidang kehidupan. Dalam bidang perundangan, tulisan Betty Fredman berhasil mendorong dikeluarkannya Equal Pay Right (1963) sehingga kaum perempuan bisa menikmati kondisi kerja yang lebih baik dan memperoleh gaji sama dengan laki-laki untuk pekerjaan yang sama, dan Equal Right Act (1964) dimana kaum perempuan mempunyai hak pilih secara penuh dalam segala bidang

Gerakan feminisme yang mendapatkan momentum sejarah pada 1960-an menunjukan bahwa sistem sosial masyarakat modern dimana memiliki struktur yang pincang akibat budaya patriarkal yang sangat kental. Marginalisasi peran perempuan dalam berbagai aspek kehidupan, khususnya ekonomi dan politik, merupakan bukti konkret yang diberikan kaum feminis.

Gerakan perempuan atau feminisme berjalan terus, sekalipun sudah ada perbaikan-perbaikan, kemajuan yang dicapai gerakan ini terlihat banyak mengalami halangan. Di tahun 1967 dibentuklah Student for a Democratic Society (SDS) yang mengadakan konvensi nasional di Ann Arbor kemudian dilanjutkan di Chicago pada tahun yang sama, dari sinilah mulai muncul kelompok "feminisme radikal" dengan membentuk Women´s Liberation Workshop yang lebih dikenal dengan singkatan "Women´s Lib". Women´s Lib mengamati bahwa peran kaum perempuan dalam hubungannya dengan kaum laki-laki dalam masyarakat kapitalis terutama Amerika Serikat tidak lebih seperti hubungan yang dijajah dan penjajah. Di tahun 1968 kelompok ini secara terbuka memprotes diadakannya "Miss America Pegeant" di Atlantic City yang mereka anggap sebagai "pelecehan terhadap kaum wanita dan komersialisasi tubuh perempuan". Gema ´pembebasan kaum perempuan´ ini kemudian mendapat sambutan di mana-mana di seluruh dunia..

Pada 1975, "Gender, development, dan equality" sudah dicanangkan sejak Konferensi Perempuan Sedunia Pertama di Mexico City tahun 1975. Hasil penelitian kaum feminis sosialis telah membuka wawasan jender untuk dipertimbangkan dalam pembangunan bangsa. Sejak itu, arus pengutamaan jender atau gender mainstreaming melanda dunia.

Memasuki era 1990-an, kritik feminisme masuk dalam institusi sains yang merupakan salah satu struktur penting dalam masyarakat modern. Termarginalisasinya peran perempuan dalam institusi sains dianggap sebagai dampak dari karakteristik patriarkal yang menempel erat dalam institusi sains. Tetapi, kritik kaum feminis terhadap institusi sains tidak berhenti pada masalah termarginalisasinya peran perempuan. Kaum feminis telah berani masuk dalam wilayah epistemologi sains untuk membongkar ideologi sains yang sangat patriarkal. Dalam kacamata eko-feminisme, sains modern merupakan representasi kaum laki-laki yang dipenuhi nafsu eksploitasi terhadap alam. Alam merupakan representasi dari kaum perempuan yang lemah, pasif, dan tak berdaya. Dengan relasi patriarkal demikian, sains modern merupakan refleksi dari sifat maskulinitas dalam memproduksi pengetahuan yang cenderung eksploitatif dan destruktif.

Berangkat dari kritik tersebut, tokoh feminis seperti Hilary Rose, Evelyn Fox Keller, Sandra Harding, dan Donna Haraway menawarkan suatu kemungkinan terbentuknya genre sains yang berlandas pada nilai-nilai perempuan yang antieksploitasi dan bersifat egaliter. Gagasan itu mereka sebut sebagai sains feminis (feminist science).

Namun, memahami posisi perempuan dalam makna performatif mendapat kritikan dari perspektif postrukturalisme. Ketika memahami peran perempuan sebagai konstruksi sosial, maka otomatis posisi perempuan mejadi objek dan subjek dari power (Bartky 1988). Konsekuensinya peran perempuan tergantung dari pihak yang menguasai power untuk memberi makna terhadap perempuan (Bartky 1988). Pada posisi ini, perempuan tidak menjadi subjek otonom (Butler  2005) namun berada dibawah kendali power diskursif (Foucault 1979) dari penguasa. Konstelasi konseptual ini tidak sejalan dengan pemikiran feminisme yang mengandaikan perempuan sebagai subjek otonom (Butler 1990) yang tidak berada dalam tekanan, marjinalisasi dan kuasa apapun dan siapapun. Merespon hal ini, kemudian muncul gerakan feminisme radikal yang menolak adanya represi terhadap identitas perempuan dalam bentuk apapun. Feminisme radikal secara umum menolak penindasan terhadap identitas perempuan melalui komodifikasi tubuh perempuan melalui pelarangan terhadap memamerkan tubuh perempuan (Arkhipenko 2012). Pandangan ini kemudian termanifestasi dalam beberapa gerakan perlawanan yang menggunakan tubuh sebagai media resistensinya.

2.      Feminisme sebagai Filsafat Politik

Dalam konteks tertentu, masalah feminisme selalu hadir, khususnya selama perempuan tetap tersubordinasi. Feminisme sendiri menentang proses subordinasi tersebut. Terkadang perlawanannya bersifat kolektif dan dengan penuh kesadaran. Namun, kerap pula perlawanannya bersifat sendiri-sendiri dan dengan setengah kesadaran. Perempuan hanya dilihat perannya secara sosial melalui kemalangan, kecanduan obat dan alkohol bahkan kasus kegilaan. Bagaimanapun dalam kurun waktu dua sampai tiga ratus tahun terakhir ini, hal itu telah menumbuhkan gerakan feminis yang nyata dan tersebar luas dan mencoba melakukan perlawanan dengan cara yang terorganisir menentang penindasan terhadap perempuan.

Pertama kali suara feminisme terdengar di daratan Inggris pada abad ke-17. Dua ratus tahun kemudian, lebih banyak suara mulai bicara secara berkelompok. Selanjutnya, terdengar pula di Perancis dan Amerika Serikat. Feminisme yang terorganisir muncul saat transformasi ekonomi-politik kapitalisme terjadi, yaitu ketika industri mulai berkembang di Inggris, Perancis, dan Amerika Serikat yang mengadopsi sistem politik demokrasi perwakilan. Perubahan ekonomi dan politik secara drastis ini merubah situasi perempuan dan cara merasakan situasi tersebut. Kebanyakan perubahan ini merupakan hasil transformasi signifikan ekonomi dan politik keluarga.

Awal periode modern, proses produksi diorganisir melalui rumah tangga. Dan, kalangan keluarga bangsawan masih memiliki pengaruh politik yang penting meskipun sistem feodal telah digantikan oleh negara yang tersentralisir. Dalam keanggotaan keluarga, perempuan terjamin statusnya baik dalam proses produksi maupun pemerintahan. Meskipun demikian, status itu lebih rendah daripada laki-laki. Perempuan kalangan bangsawan sangat menikmati kekuasaan politiknya melalui pengaruhnya terhadap keluarga mereka. Dan, perempuan yang telah menikah yang bukan dari kalangan bangsawan memiliki kekuasaan dalam bidang ekonomi di keluarganya karena proses produksi dikelola melalui rumah tangga.

Era praindustri, sebagian besar perempuan terintegrasi secara solid dalam sistem kerja produktif yang diperlakukan untuk kelangsungan hidup keluarganya. Masa ini, perawatan anak dan segala sesuatu yang kita kenal dengan pekejaan domestik hanya sebagian dari waktu kerja perempuan. Sebagai tambahan tugas domestik ini, sebagian besar perempuan memberi kontribusi penting untuk proses produksi pangan melalui beternak unggas dan lebah; membuat susu, menanam sayuran; mereka bertanggung jawab atas proses dan pengawetan pangan; memintal kapas dan wol lalu menjahit atau merajutnya menjadi pakaian; membuat sabun dan lilin, mengakumulasikan pengetahuan obat-obatan dan memproduksi ramuan tumbuh-tumbuhan yang manjur. Kontribusi penting perempuan bagi kelangsungan hidup masyarakat sangat jelas sehingga tidak ada alasan untuk mempertanyakan kembali tempat perempuan dalam masyarakat sebagai kenyataan alamiah.

Dampak industrialisasi, bersamaan dengan tumbuhnya negara demokrasi, meruntuhkan dan merombak total hubungan tradisional yang telah terumuskan oleh masyarakat praindustri. Industrialisasi mentransformasi keluarga dan mengacaukan posisi tradisional perempuan. Perempuan dari kelas yang lebih tinggi kehilangan kekuatan politiknya dengan kemunduran posisi keluarga aristokratis dan tumbuhnya negara demokrasi. Demikian pula perempuan dari kelas yang lebih rendah. Industrialisasi telah memindahkan kerja tradsional perempuan di rumah tangga ke pabrik. Sekalipun, banyak perempuan bekerja di pabrik khususnya awal periode industrialisasi. Kerja tradisional yang dimaksudkan ialah kontrol perempuan dikurangi pada industri vital seperti pengolahan makanan, tekstil, dan garmen. Penurunan kontribusi perempuan dalam rumah tangga kemudian meningkatkan ketergantungan mereka pada suami dan melemahkan kekuatannya berhadapan dengan suaminya.

Pada saat yang sama, perubahan ekonomi dan politik mengarah pada pembatasan status ekonomi dan politik perempuan. Hal itu memberikan janji tentang status baru perempuan. Salah satunya, tidak menyebutkan soal keanggotaan keluarga. Misalnya, pabrik dengan sistem upah dan kesempatan kerja dibuka untuk perempuan. Hal ini awal kemerdekaan ekonomi di luar rumah tangga yang terpisah dari suami. Demikian juga, idealisme demokrasi baru yaitu kesetaraan dan otonomi individu yang menyediakan dasar bagi perubahan anggapan tradisional tentang subordinasi perempuan oleh laki-laki. Hal yang bertentangan dari pembangunan ekonomi dan politik ialah bahwa posisi perempuan dalam masyarakat tak lagi sebagai kenyataan alamiah. Malah, perempuan, sebagaimana dimaksudkan kalangan Marxis dengan istilah "persoalan perempuan". Persoalan tersebut menunjukkan tempat perempuan dalam masyarakat industri yang baru dan banyak jawaban diajukan oleh kalangan feminisme yang terorganisir tentang itu.

Dalam dua atau tiga abad keberadaannya, feminisme yang terorganisir tak lagi bicara dengan suara tunggal. Sebagaimana feminisme awal muncul sebagai respon terhadap perubahan kondisi masyarakat Inggris abad ke-17, maka perubahan lingkungan sejak itu mendorong tampilnya tuntutan kalangan feminis. Misalnya, soal hak pilih dan keluarga berencana merupakan sasaran kampanye mereka. Sebagian besar kebangunan feminisme muncul akhir 1960-an dengan gerakan pembebasan perempuan. Gerakan ini melampaui semua gelombang feminisme sebelumnya, dalam memperluas konsentrasi dan kedalaman kritikannya. Gerakan itu lebih umum daripada gerakan feminis sebelumnya, yakni dengan sajian analisis yang multidimensi tentang penindasan terhadap perempuan dan melimpahnya pandangan mengenai pembebasan perempuan.

"Feminisme" berasal dari bahasa Perancis. Di Amerika Serikat, feminisme dikenal sebagai "gerakan perempuan" abad ke-19. Dalam arti, berbagai jenis kelompok yang semua tujuannya sejalan ataupun tidak, mengarah pada "kemajuan" posisi perempuan. Ketika istilah "feminisme" diperkenalkan ke Amerika Serikat awal abad ke-20, hal itu hanya merujuk pada kelompok khusus kegiatan yaitu advokasi hak asasi perempuan. Kelompok yang menegaskan keunikan perempuan, pengalaman misterius dari keibuan dan kemurnian khas perempuan. Ehrenreich dan Inggris menyebut trend dalam gerakan perempuan ini sebagai "romantisme seksual". Lawannya ialah kecenderungan dominan "rasionalisme seksual". Berseberangan dengan feminis romantis, maka feminis rasionalis seksual berpendapat bahwa subordinasi perempuan tak rasional bukan karena perempuan lebih lemah daripada laki-laki, melainkan menyangkut persamaan dasar antara perempuan dan laki-laki. Dalam konteks kini, makna "feminnisme" abad ke-19 telah menghilang. Sekarang, feminisme umumnya mengacu pada semua usaha yang mencoba, tidak peduli latar belakang nya, untuk mengakhiri subordinasi. Feminisme ini penggunaannya ditentang oleh beberapa aktivis seperti Linda Gordon. Oleh karena, kaum feminis menuntut agar usaha itu menyentuh tiap aspek kehidupan. Istilah feminisme membawa perubahan emosional yang kuat. Dalam beberapa hal, ada makna yang merendahkan namun ada yang menghargai. Pada gilirannya, beberapa orang menyangkal istilah "feminis" terhadap mereka yang menuntut dan yang memberikan kesetujuan pada pihak yang menerimanya. Teori mereka masih merupakan konsep keadilan. Dapat dikatakan bahwa teori feminis belum cukup kuat jika masih bersifat konseptual.

Gerakan pembebasan perempuan menjadi ragam pokok feminisme masyarakat Barat kontemporer. Beraneka nama gerakan demikian mencerminkan konteks politik asal kemunculannya dan kata-kunci yang membedakannya dari bentuk feminisme awal. Feminisme awal menggunakan bahasa "hak" dan "kesetaraan", namun feminisme akhir 1960-an menggunakan istilah "penindasan" dan "kebebasan". Istilah itu menjadi kata kunci untuk kalangan aktivis politik. Dalam perkembangan gerakan pembebasan (pembebasan kulit hitam, gay, pembebasan dunia ketiga, dsb.) tak terhitung nilainya bahwa feminisme itu menyatakan dirinya sebagai "gerakan pembebasan perempuan". Perubahan dalam bahasa merefleksikan suatu perkembangan pemikiran yang bermakna di dalam perspektif politik feminisme kontemporer.

Asal-usul istilah "penindasan" yaitu dari bahasa Latin yang artinya, "menekan atas" atau "menekan melawan". Maksudnya, seseorang yang ditekan mengalami pembatasan atas kemerdekaannya. Tidak semua pembatasan atas kemerdekaan individu bersifat penindasan. Seseorang tidak ditindas oleh fenomena alam yang sederhana, seperti kekuatan daya tarik bumi, salju, dan kekeringan. Malah, penindasan merupakan hasil perantaraan manusia. Secara manusiawi, itu memungkinkan pembatasan kemerdekaan terhadap seseorang.

Tidak semua sifat yang membatasi kebebasan seseorang adalah penindasan. Penindasan harus bersifat tidak adil. Andaikata anda berada di sebuah kapal bersama sembilan orang lainnya, hanya ada enam porsi makanan, lalu makanan tersebut dibagi secara demokratis untuk kesepuluh orang yang ada dengan bagian yang sama, dan anda tidak dapat makan makanan satu porsi penuh. Maka, anda tidak dapat mengatakan bahwa hal ini sebagai bentuk pembatasan kemerdekaan anda atau bentuk penindasan. Sepanjang anda menerima pembagian itu secara adil. Oleh karenanya, penindasan adalah ketiakadilan yang membatasi kemerdekaan individu atau kelompok.

Pembebasan ada hubungannya dengan penindasan. Pembebasan mewujudkan pembatasan atas penindasan. Jelas dari rumusan itu bahwa ada hubungan konseptual antara penindasan dan pembebasan. Di atas satu telapak tangan dan idealisme politik tradisional dari kemerdekaan dan keadilan pada sisi lainnya. Berbicara tentang penindasan dan pembebasan, tidaklah sederhana untuk memperkenalkan istilah baru kepada gagasan lama. Ketika konsep penindasan dan pembebasan dihubungkan secara konseptual pada dataran filosofis yang umum seperti kemerdekaan, keadilan dan kesetaraan yang tidak bisa direduksi tanpa kehilangan konsepnya. Pembicaraan tentang penindasan dan pembebasan tidak hanya memperkenalkan terminologi politik baru, namun sebuah perspektif baru dalam dunia politik. Sebuah perspektif menyaratkan kedinamisan daripada statis di masyarakat dan dipengaruhi oleh ide Marxis dari perlawanan kelas. Penindasan adalah beban pembatasan; yang menganjurkan bahwa masalah itu bukan hasil dari ketidakberuntungan, ketidaktahuan atau prasangka tapi lebih karena sebuah kelompok yang secara aktif mensubordinasi kelompok lain demi kepentingannya sendiri. Oleh karena itu, berbicara masalah penindasan seperti komitmen para feminis menyangkut pandangan dunia yang mencakup sedikitnya dua kelompok dengan kepentingan yang berlawanan, antara penindas dan yang ditindas. Ada pandangan dunia yang menjelaskan bahwa perlahan-lahan pandangan dominan terhadap pembebasan bukan seperti yang dicapai oleh debat tradisional. Bahkan, kelompok menjadi hasil dari perlawanan politik.

Proses pelawanan lebih dari akhir penindasan yang mengadvokasi kebebasan dan karakterisasi yang lengkap dari tujuan akhir. Hal itu melemahkan usaha untuk merencanakan utopia, dengan menyusun konsep apa yang akan dibebaskan haruslah menjadi revisi yang terus-menerus. Pengetahuan alami manusia termasuk sifat manusia makin berkembang. Kita memperoleh lebih banyak pengetahuan menuju kemungkinan akan kebajikan manusia dan mempelajari bagaimana manusia bisa meraih itu melalui peningkatan kendali terhadap diri kita dan dunia. Kekeringan bukanlah kutukan Tuhan, melainkan hasil kegagalan untuk memperhitungkan konservasi air secara tepat. Penyakit dan kekurangan gizi tak lagi sesuatu yang tak bisa dihindari, melainkan hasil dari kebijakan sosial. Konsekuensinya, pembatasan yang dipandang sebagai kenyataan alami ditransformasi kedalam praktik penindasan. Secara bersamaan, wilayah kemungkinan kebebasan manusia diperluas. Pada prinsipnya, kebebasan bukanlah pencapaian akhir suatu keadaan melainkan proses eliminasi bentuk-bentuk penindasan yang muncul secara terus-menerus.

3.      Aliran
a.       Feminisme liberal
Apa yang disebut sebagai Feminisme Liberal ialah pandangan untuk menempatkan perempuan yang memiliki kebebasan secara penuh dan individual. Aliran ini menyatakan bahwa kebebasan dan kesamaan berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Setiap manusia -demikian menurut mereka- punya kapasitas untuk berpikir dan bertindak secara rasional, begitu pula pada perempuan. Akar ketertindasan dan keterbelakngan pada perempuan ialah karena disebabkan oleh kesalahan perempuan itu sendiri. Perempuan harus mempersiapkan diri agar mereka bisa bersaing di dunia dalam kerangka "persaingan bebas" dan punya kedudukan setara dengan lelaki.

Feminis Liberal memilki pandangan mengenai negara sebagai penguasa yang tidak memihak antara kepentingan kelompok yang berbeda yang berasl dari teori pluralisme negara. Mereka menyadari bahwa negara itu didominasi oleh kaum Pria, yang terlefleksikan menjadi kepentingan yang bersifat “maskulin”, tetapi mereka juga menganggap bahwa negara dapat didominasi kuat oleh kepentiangan dan pengaruh kaum pria tadi. Singkatnya, negara adalah cerminan dari kelompok kepentingan yang memeng memiliki kendali atas negara tersebut. Untuk kebanyakan kaum Liberal Feminis, perempuan cendrung berada “didalam” negara hanya sebatas warga negara bukannya sebagai pembuat kebijakan. Sehingga dalam hal ini ada ketidaksetaraan perempuan dalam politik atau bernegara. Pun dalam perkembangan berikutnya, pandangan dari kaum Feminist Liberal mengenai “kesetaraan” setidaknya memiliki pengaruhnya tersendiri terhadap perkembangan “pengaruh dan kesetaraan perempuan untuk melakukan kegiatan politik seperti membuat kebijakan di sebuah negara”.[1]Tokoh aliran ini adalah Naomi Wolf, sebagai "Feminisme Kekuatan" yang merupakan solusi. Kini perempuan telah mempunyai kekuatan dari segi pendidikan dan pendapatan, dan perempuan harus terus menuntut persamaan haknya serta saatnya kini perempuan bebas berkehendak tanpa tergantung pada lelaki.

Feminisme liberal mengusahakan untuk menyadarkan wanita bahwa mereka adalah golongan tertindas. Pekerjaan yang dilakukan wanita di sektor domestik dikampanyekan sebagai hal yang tidak produktif dan menempatkab wanita pada posisi sub-ordinat. Budaya masyarakat Amerika yang materialistis, mengukur segala sesuatu dari materi, dan individualis sangat mendukung keberhasilan feminisme. Wanita-wanita tergiring keluar rumah, berkarier dengan bebas dan tidak tergantung lagi pada pria.

Akar teori ini bertumpu pada kebebasan dan kesetaraaan rasionalitas. Perempuan adalah makhluk rasional, kemampuannya sama dengan laki-laki, sehingga harus diberi hak yang sama juga dengan laki-laki. Permasalahannya terletak pada produk kebijakan negara yang bias gender. Oleh karena itu, pada abad 18 sering muncul tuntutan agar prempuan mendapat pendidikan yang sama, di abad 19 banyak upaya memperjuangkan kesempatan hak sipil dan ekonomi bagi perempuan, dan di abad 20 organisasi-organisasi perempuan mulai dibentuk untuk menentang diskriminasi seksual di bidang politik, sosial, ekonomi, maupun personal. Dalam konteks Indonesia, reformasi hukum yang berprerspektif keadilan melalui desakan 30% kuota bagi perempuan dalam parlemen adalah kontribusi dari pengalaman feminis liberal.

b.      Feminism Radikal
Trend ini muncul sejak pertengahan tahun 1970-an di mana aliran ini menawarkan ideologi "perjuangan separatisme perempuan". Pada sejarahnya, aliran ini muncul sebagai reaksi atas kultur seksisme atau dominasi sosial berdasar jenis kelamin di Barat pada tahun 1960-an, utamanya melawan kekerasan seksual dan industri pornografi. Pemahaman penindasan laki-laki terhadap perempuan adalah satu fakta dalam sistem masyarakat yang sekarang ada. Dan gerakan ini adalah sesuai namanya yang "radikal".

Feminis Liberal memilki pandangan mengenai negara sebagai penguasa yang tidak memihak antara kepentingan kelompok yang berbeda yang berasl dari teori pluralisme negara. Mereka menyadari bahwa negara itu didominasi oleh kaum Pria, yang terlefleksikan menjadi kepentingan yang bersifat “maskulin”, tetapi mereka juga menganggap bahwa negara dapat didominasi kuat oleh kepentiangan dan pengaruh kaum pria tadi. Singkatnya, negara adalah cerminan dari kelompok kepentingan yang memeng memiliki kendali atas negara tersebut. Untuk kebanyakan kaum Liberal Feminis, perempuan cendrung berada “didalam” negara hanya sebatas warga negara bukannya sebagai pembuat kebijakan. Sehingga dalam hal ini ada ketidaksetaraan perempuan dalam politik atau bernegara. Pun dalam perkembangan berikutnya, pandangan dari kaum Feminist Liberal mengenai “kesetaraan” setidaknya memiliki pengaruhnya tersendiri terhadap perkembangan “pengaruh dan kesetaraan perempuan untuk melakukan kegiatan politik seperti membuat kebijakan di sebuah negara”.[2]

Aliran ini bertumpu pada pandangan bahwa penindasan terhadap perempuan terjadi akibat sistem patriarki. Tubuh perempuan merupakan objek utama penindasan oleh kekuasaan laki-laki. Oleh karena itu, feminisme radikal mempermasalahkan antara lain tubuh serta hak-hak reproduksi, seksualitas (termasuk lesbianisme), seksisme, relasi kuasa perempuan dan laki-laki, dan dikotomi privat-publik. "The personal is political" menjadi gagasan anyar yang mampu menjangkau permasalahan prempuan sampai ranah privat, masalah yang dianggap paling tabu untuk diangkat ke permukaan. Informasi atau pandangan buruk (black propaganda) banyak ditujukan kepada feminis radikal. Padahal, karena pengalamannya membongkar persoalan-persoalan privat inilah Indonesia saat ini memiliki Undang Undang RI no. 23 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT).

c.          Feminisme post modern
Ide Posmo - menurut anggapan mereka - ialah ide yang anti absolut dan anti otoritas, gagalnya modernitas dan pemilahan secara berbeda-beda tiap fenomena sosial karena penentangannya pada penguniversalan pengetahuan ilmiah dan sejarah. Mereka berpendapat bahwa gender tidak bermakna identitas atau struktur sosial.

d.         Feminisme anarkis
Feminisme Anarkisme lebih bersifat sebagai suatu paham politik yang mencita-citakan masyarakat sosialis dan menganggap negara dan sistem patriaki-dominasi lelaki adalah sumber permasalahan yang sesegera mungkin harus dihancurkan.

e.       Feminisme Marxis
Aliran ini memandang masalah perempuan dalam kerangka kritik kapitalisme. Asumsinya sumber penindasan perempuan berasal dari eksploitasi kelas dan cara produksi. Teori Friedrich Engels dikembangkan menjadi landasan aliran ini—status perempuan jatuh karena adanya konsep kekayaaan pribadi (private property). Kegiatan produksi yang semula bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sendri berubah menjadi keperluan pertukaran (exchange). Laki-laki mengontrol produksi untuk exchange dan sebagai konsekuensinya mereka mendominasi hubungan sosial. Sedangkan perempuan direduksi menjadi bagian dari property. Sistem produksi yang berorientasi pada keuntungan mengakibatkan terbentuknya kelas dalam masyarakat—borjuis dan proletar. Jika kapitalisme tumbang maka struktur masyarakat dapat diperbaiki dan penindasan terhadap perempuan dihapus.

Kaum Feminis Marxis, menganggap bahwa negara bersifat kapitalis yakni menganggap bahwa negara bukan hanya sekadar institusi tetapi juga perwujudan dari interaksi atau hubungan sosial. Kaum Marxis berpendapat bahwa negara memiliki kemampuan untuk memelihara kesejahteraan, namun disisi lain, negara bersifat kapitalisme yang menggunakan sistem perbudakan kaum wanita sebagai pekerja. [3]

f.        Feminisme sosialis
Sebuah faham yang berpendapat "Tak Ada Sosialisme tanpa Pembebasan Perempuan. Tak Ada Pembebasan Perempuan tanpa Sosialisme". Feminisme sosialis berjuang untuk menghapuskan sistem pemilikan. Lembaga perkawinan yang melegalisir pemilikan pria atas harta dan pemilikan suami atas istri dihapuskan seperti ide Marx yang menginginkan suatu masyarakat tanpa kelas, tanpa pembedaan gender.

Feminisme sosialis muncul sebagai kritik terhadap feminisme Marxis. Aliran ini mengatakan bahwa patriarki sudah muncul sebelum kapitalisme dan tetap tidak akan berubah jika kapitalisme runtuh. Kritik kapitalisme harus disertai dengan kritik dominasi atas perempuan. Feminisme sosialis menggunakan analisis kelas dan gender untuk memahami penindasan perempuan. Ia sepaham dengan feminisme marxis bahwa kapitalisme merupakan sumber penindasan perempuan. Akan tetapi, aliran feminis sosialis ini juga setuju dengan feminisme radikal yang menganggap patriarkilah sumber penindasan itu. Kapitalisme dan patriarki adalah dua kekuatan yang saling mendukung. Seperti dicontohkan oleh Nancy Fraser di Amerika Serikat keluarga inti dikepalai oleh laki-laki dan ekonomi resmi dikepalai oleh negara karena peran warga negara dan pekerja adalah peran maskulin, sedangkan peran sebagai konsumen dan pengasuh anak adalah peran feminin. Agenda perjuagan untuk memeranginya adalah menghapuskan kapitalisme dan sistem patriarki. Dalam konteks Indonesia, analisis ini bermanfaat untuk melihat problem-problem kemiskinan yang menjadi beban perempuan.

g.       Feminisme postkolonial
Dasar pandangan ini berakar di penolakan universalitas pengalaman perempuan. Pengalaman perempuan yang hidup di negara dunia ketiga (koloni/bekas koloni) berbeda dengan prempuan berlatar belakang dunia pertama. Perempuan dunia ketiga menanggung beban penindasan lebih berat karena selain mengalami pendindasan berbasis gender, mereka juga mengalami penindasan antar bangsa, suku, ras, dan agama. Dimensi kolonialisme menjadi fokus utama feminisme poskolonial yang pada intinya menggugat penjajahan, baik fisik, pengetahuan, nilai-nilai, cara pandang, maupun mentalitas masyarakat. Beverley Lindsay dalam bukunya Comparative Perspectives on Third World Women: The Impact of Race, Sex, and Class menyatakan, “hubungan ketergantungan yang didasarkan atas ras, jenis kelamin, dan kelas sedang dikekalkan oleh institusi-institusi ekonomi, sosial, dan pendidikan.”

h.       Feminisme Nordic
Kaum Feminis Nordic dalam menganalisis sebuah negara sangat berbeda dengan pandangan Feminis Marxis maupun Radikal.Nordic yang lebih menganalisis Feminisme bernegara atau politik dari praktek-praktek yeng bersifat mikro. Kaum ini menganggap bahwa kaum perempuan “harus berteman dengan negara” karena kekuatan atau hak politik dan sosial perempuan terjadi melalui negara yang didukung oleh kebijakan sosial negara.[4]

4.      Perspektif  Yang Dikemukakan Kaum Feminis:

a.      Gender adalah kategori utama dalam analisis.
b.      Gender sebagai hubungan kekuasaan tertentu.
c.       Penggolongan public/private sebagai isu utama dalam pemahaman kita tentang hubungan internasional.
d.      Menelusuri cara-cara dimana ide-ide tentang gender dapat menjadi sesuatu yang sangat bernilai bagi usaha untuk memfungsikan lembaga-lembaga internasional utama.
e.      Menyarankan agar gender ditanamkan dalam tatanan internasional.
f.        Menentang asumsi-asumsi dominan yang membagi apa yang penting atau tidak penting, atau apa yang marjinal atau sentral, dalam studi hubungan internasional.

5.      Asumsi Dasar Yang Dikemukakan Kaum Feminis:

a.       Kaum feminis tidak menganggap sifat dasar manusia sebagai sesuatu yang tidak berubah.
b.      Dari perspektif seorang feminis, kita tidak bisa membuat suatu perbedaan yang jelas antara ‘fakta’ dan suatu ‘nilai’.
c.       Ada suatu hubungan erat antara pengetahuan dan kekuasaan dan antara ‘teori-teori’ kita tentang dunia dengan kebiasaan kita, bagaimana cara kita melibatkan diri dengan lingkungan fisik dan social di sekitar kita.
d.      Kaum feminis postmodern itu tersendiri (para postmodernis menolak klaim universalitas), kaum feminis memiliki suatu komitmen yang sama pad aide kemajuan social dan kebebasan atau emansipasi kaum perempuan.

6.      Kesalahan Teori Feminisme
Kaum feminis hanya berkonsentrasi pada hubungan gender, lebih tepatnya pada perempuan. Kaum perempuan menggunakan ide-ide tentang gender untuk melegitimasi status tidak setara yang ditujukan untuk perempuan. Kaum feminis juga sangat menguniversalkan perempuan. Maksudnya, kaum feminis melupakan aspek-aspek lain seperti budaya, ras, kelas, dan sebagainya. Padahal kesemua aspek ini sangat berhubungan dengan dinamika social dan internasional. Sementara itu, masih banyak perempuan yang ternyata tidak memiliki ketertarikan-ketertarikan atau ide yang sama dengan apa yang dikoar-koarkan para aktivis feminis ini.

7.            Kritik Feminisme Dalam Hubungan Internasional

Feminisme adalah worldview multidimensi, dimana hal-hal yang multidimensi tersebut selaras dalam penerapannya. Berbagai fenomena sosial di dunia dapatditeliti dengan menggunakan pendekatan feminisme, dan mengambil pelajaran dari fenomena fenomena tersebut.

 Feminisme adalah suatu pemahaman tentang bagaimana power bekerja, bagaimana  power dilegitimasi, dan bagaimana power dipertahankan. Dalam pendekatan feminisme,  power  terbentuk dan dipengaruhi oleh dua hal, yaitu ruang privat (rumah, keluarga, kerabat) dan ruang publik (pemilu, sekolah, perusahaan, bank, basis militer).

Hasil penelitian terhadap berbagai fenomena sosial dengan menggunakan  pendekatan feminisme, menjadikan perempuan sebagai pokok pembahasan. (Enloe, 2007:99) Feminisme menjadi teori dalam Hubungan Internasional pada akhir 1980an hingga awal 1990an yang terinspirasi dari post-structuralisme dan post-colonialisme. Feminis memelakukan kajian gender dalam politik internasional. Fokus dari feminisme adalah ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan dan dampaknya dalam politik dunia. Hal-hal yang menjadi keingintahuan kaum feminis adalah kepeduliannya terhadaphubungan sebab-akibat antara power di ruang privat dan  Power di ruang publik. Pemikiran mengenai power di ruang publik dan ruang privat dapat memengaruhi satu sama lain adalah salah satu alasan mengapa feminisme merupakan studi interdisiplin.(Enloe, 2007:99) Risetdalam feminisme mengenai suatu hal dilakukan dengan menggunakan konsep-konsep dariilmu politik, sejarah, sosiologi, filsafat, antropologi, biologi, kritik film dan literatur,geografi, ekonomi, serta psikologi. Sebagai contoh, dengan menggunakan konsep konsep  berbagai ilmu  tersebut,  pendekatan feminisme dapat digunakan dalam penelitian tentang bagaimana pembuatan kebijakan pengembangan senjata nuklir.

Menurut Reinharz, penelitian dalam pendekatan feminisme digambarkan sepertisebuah perjalanan atau penggalian arkeologis. Hal ini disebabkan oleh metode atau alat yang berbeda sesuai  dengan tujuan yang dikehendaki, berbeda dengan metodologi penelitian HI yang telah disepakati (positivisme). Pengetahuan dalam feminisme merupakan pembangunanyang berkelanjutan dan dinamis, karena pengetahuan dianggap berkembang melalui interaksiantara peneliti dengan teks, subjek penelitian, atau data-data. Oleh karena, dalam pendekatanfeminisme, tidak ada suatu cara atau standar tertentu yang harus ditaati dalam melakukan penelitian. (Tickner, 2006:19) Feminisme membawa isu ketidaksetaraan gender secara lebih terbuka. Mereka secara empiric menunjukkan kondisi dan posisi perempuan yang masih menjadi sub-ordinasi darilaki-laki. Pada pembahasan yang lebih luas, feminisme menjelaskan bagaimana pola kerja sistem politik dan ekonomi internasional yang mereproduksi ketidaksetaraan antara laki-lakidan perempuan.

Gender mempelajari perilaku dan dugaan yang membedakan antara maskulinitas dan feminitas. (Jackson & Sorensen, 2010:241) Dalam konteks hubungan internasional maskulinitas diterjemahkan sebagai rasional, ambisi, kekuatan, kebebasan suatu negara.Feminitas merupakan kebalikannya. Feminitas diterjemahkan sebagai kelemahan, emosional,dan kebutuhan untuk menjalin hubungan suatu negara.Feminisme, setidaknya terbagi dalam lima kelompok yaitu feminism liberal, kritis,konstruktivis, poststructuralist, dan postcolonial. Feminisme liberal fokus pada posisi perempuan dalam politik global akan tetapi tetap melakukan investigasi penyebab dariterjadinya subordinasi dengan menggunakan kerangka kerja positivis. Feminisme kritis menjelaskan manifestasi ide dan materi identitas gender dankekuatan gender dalam politik global. Berbeda dengan feminisme kritis, feminismekonstruktivis lebih menekankan ide daripada elemen material dari politik global.

Feminisme poststructuralisme lebih memperhatikan dikotomi darikonstruksi bahasa seperti kuat/lemah,rasional/emosional, dan umum/khusus yang seolah menggambarkan maskulinitas di atasfeminitas. Biasanya kaum feminis HI menanyakan berbagai pertanyaan berbeda mengenai sikap negara. Pertanyaan-pertanyaan tersebut masih dalam konteks kenapa peran perempuanseakan sangat kecil dalam hal kebijakan luar negeri dan militer, atau dengan kata lain, kenapa peran perempuan sangat jarang di posisi berkuasa.

Dalam analisis gender, feminisme mengkritisi soal kedaulatan, negara, dan keamanandunia internasional. Analisis gender mengkritik sistem dalam perekonomian dan politik global. Sebagai contoh, Chyntia Enloe’s mengkritisi sistem perekonomian dunia yang  mendiskriminasikan peran perempuan. (Jackson & Sorensen, 2010:242) Mereka di pekerjakan untuk pekerjaan rendahan, digaji rendah dan dikontrol oleh laki-laki. Dalam politik internasional, feminisme mengkritisi jumlah dan peranan perempuan dalam percaturan politikdunia yang kurang dari sepuluh persen.Dalam perdebatan ketiga (Great Debate), feminisme mengkritisi realisme. Gagasanrealisme tentang keamanan merupakan suatu bentuk maskulinitas dalam perpolitikan dunia. Maskulinitas tersebut didasarkan pada kekuatan militer dalam kondisi yang anarki. Kondisianarki tersebut dipandang sebagai sistem institusional yang diangkat oleh kontruksi sosial.Hal tersebut justru melanggengkan hirarki gender dan berkontribusi dalam penciptaan sub-ordinasi gender. Dalam konteks negara, hal ini memarginalkan dan menciptakan sub ordinasi bagi negara berkembang.

8.      Tokoh Dalam Feminisme (Gender)

A.     Foucault
Meskipun ia adalah tokoh yang terkenal dalam feminism, namun Foucault tidak pernah membahas tentang perempuan. Hal yang diadopsi oleh feminism dari Fault adalah bahwa ia menjadikan ilmu pengetahuan “dominasi” yang menjadi miliki kelompok-kelompok tertentu dan kemudian “dipaksakan” untuk diterima oleh kelompok-kelompok lain, menjadi ilmu pengetahuan yang ditaklukan. Dan hal tersebut mendukung bagi perkembangan feminism.

B.     Naffine (1997:69)
Kita dipaksa “meng-iya-kan” sesuatu atas adanya kuasa atau power Kuasa bergerak dalam relasi-relasi dan efek kuasa didasarkan bukan oleh orang yang dipaksa meng “iya”kan keinginan orang lain, tapi dirasakan melalui ditentukannya pikiran dan tingkah laku. Dan hal ini mengarah bahwa individu merupakan efek dari kuasa.

C.     Derrida (Derridean)
Mempertajam fokus pada bekerjanya bahasa (semiotika) dimana bahasa membatasi cara berpikir kita dan juga menyediakan cara-cara perubahan. Menekankan bahwa kita selalu berada dalam teks (tidak hanya tulisan di kertas, tapi juga termasuk dialog sehari-hari) yang mengatur pikiran-pikiran kita dan merupakan kendaraan untuk megekspresikan pikiran-pikiran kita tersebut. Selain itu juga penekanan terhdap dilakukanya “dekonstruksi” terhadap kata yang merupakan intervensi ke dalam bekerjanya bahasa dimana setelah melakukan dekonstruksi tersebut kita tidak dapat lagi melihat istilah yang sama dengan cara yang sama.

FEMEN SEBAGAI GERAKAN FEMINISME

Tubuh Sebagai Senjata Resistensi: FEMEN
Wujud penentangan radikal terhadap represi identitas prempuan yang sejauh ini muncul adalah menggunakan tubuh sebagai alat perang, propaganda dan senjata. Tubuh yang dianggap sebagai objek penindasan, represi dan  kapitalisasi oleh kaum yang menganut perspektif feminisme radikal dijadikan objek untuk melawan (Arkhipenko   2012). Salah satu gerakan feminisme radikal transnasional yang menggunakan tubuh sebagai perjuangannya. Gerakan ini diinsiasi pada tahun 2008 di Ukraina untuk menentang prostitusi, represi institusi keagaman dan represi negara (Holam 2013). FEMEN sebagai gerakan sosial menggunakan tubuh sebagai media perjuangannya. Pelaku yang terlibat di dalamnya bertelanjang dada untuk menyampaikan pesan protes terhadap pihak opresan. FEMEN telah menjadi fenomena transnasional. Kegiatan protes bertelanjang dada yang diorganisasi oleh  FEMEN dilakukan di Ukraina, Perancis, Tunisia, Iran dan Singapura (Smith 2012).

Menggolongkan FEMEN sebagai gerakan feminisme radikal dapat dilihat dari dua hal, yaitu media perjuangan dan agenda perjuangan (Arkhipenko 2012). Dari dimensi media perjuangan, FEMEN menggunakan tubuh sebagai media perjuangan. Tubuh yang oleh pandangan tradisional dan beberapa cabang feminsime yang lebih moderat dari radikal (liberal, posmodern dan marxis) menjadi barang privat (Arkhipenko 2012) oleh gerakan FEMEN diposisikan sebagai barang yang bisa diakses publik sebagai media propaganda. Pergeseran pemaknaan tubuh ini kemudian membuat FEMEN memenuhi syarat untuk dikategorikan sebagai gerakan feminisme radikal. Berlanjut kepada syarat kedua, bawa konsekuensi menggunakan tubuh merefleksikan opresi yang dilawan. Dalam kaitan ini tubuh merupakan oposisi dari struktur patriarki yang eksploitatif terhadap tubuh perempuan. Munculnya FEMEN setidaknya mengindikasikan dua hal. Yang pertama adalah bahwa kesadaran terhadap opresi patriarki telah sampai pada level radikal dan yang kedua adalah bahwa gerakan-gerakan untuk mengembalikan peran perempuan sebagai subjek otonom (Butler 1990) lepas dari pengaruh kuasa power penindasan menemukan titik pentingnya.
Melawan Prostitusi
Alexandra Shevchenko, 24 tahun, bersama dua orang temannya, mendirikan Femen saat revolusi oranye menyapu Ukraina. Partisipasi perempuan di Ukraina sangatlah rendah. Di parlemen, jumlah perempuan sangat sedikit. Sedangkan di pemerintahan hampir tidak ada sosok perempuan. Juga, hampir tidak ada kelompok yang berbicara soal hak perempuan di Ukraina.
Hampir 70% pendapatan perempuan Ukraina diperoleh dari laki-laki. Sekitar 80% pengangguran di Ukraina adalah kaum perempuan. Keprihatinan terbesar yang memicu kelahiran Femen adalah maraknya prostitusi dan perdagangan perempuan di negara bekas Soviet itu. Suatu hari, aktivis Femen menggelar protes terhadap sebuah stasiun radio Selandia Baru. Pasalnya, stasiun radio itu mempromosikan wisata seks di sejumlah tempat di Ukraina.
“Ukraina bukan rumah bordil,” teriak 9 aktivis Femen dengan tampilan setengah telanjang.
Menurut Alexandra Shevchenko, sebagian besar perempuan Ukraina yang tinggal di kota besar punya hubungan dengan tempat prostitusi atau bisnis prostitusi. Penyebabnya, kata Alexandra, adalah biaya pendidikan dan biaya hidup yang terlalu tinggi. Akibatnya, supaya bisa hidup normal, banyak perempuan Ukraina menopang hidup dari prostitusi dan bisnis seks lainnya. Terutama setelah krisis ini, pendapatan dari bisnis seks meningkat dua kali.
Lebih parah lagi, kata Alexandra, Presiden juga kerap mempromosikan prostitusi saat kunjungan keluar negeri. Di pertemuan Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss, Presiden menganjurkan orang-orang untuk mengunjungi Ukraina saat musim semi, dimana perempuan mengurangi pakaiannya.
Aktivis Femen pernah menggelar protes di kampus. Mereka mengecam maraknya pelecehan seksual oleh para pengajar. Para dosen sering mengiming-imingkan nilai bagus dengan dua jalan: seks dan uang. Karena sebagian besar mahasiswi itu miskin, maka mereka memberikan seks. Selain memprotes prostitusi, Femen juga berjuang melawan kediktatoran dan totalitarianism di Ukraina. Dengan ketiadaan demokrasi di Ukraina, kehidupan politik di negeri itu sangat anti-perempuan.
Di parlemen Ukraina, jumlah perempuan tidak melebihi 7%. Angka itu sangat rendah dibanding ketika Ukraina masih di bawah Soviet: 30-35%. Kejadian serupa juga terjadi di jabatan politik, kepemilikan perusahaan, dan lain-lain.
Metode Perjuangan
Metode perjuangan Femen sering dianggap kontroversial. Para aktivis Femen menggunakan tubuhnya sebagai senjata yang ampuh.
“Kami melakukan protes telanjang karena payudara adalah senjata kami,” kata Evgenia, 23 tahun, seorang artis yang menjadi aktivis Femen.
Aktivis Femen sering menulis tuntutan mereka di payudara. Metode itu cukup menarik perhatian dan tuntutan mereka terdengar. Menurut Alexandra, yang membedakan Femen dengan kebanyakan feminis Eropa adalah metode perjuanganya.
“Mereka tidak menggunakan tubuh dan seksualitasnya sebagai senjata untuk mencapai tujuan dan tuntutan kaum perempuan,” katanya.
Femen punya anggota inti sebanyak 300 orang. Tetapi, tidak semua anggotanya dipaksa melakukan aksi semi-telanjang itu. Anggota-anggota tersebut dilibatkan pada aktivitas yang lain. Femen pernah menggelar aksi saat Ukraina menjadi tuan rumah “Piala Eropa”. Di situ, aktivis Femen bukannya menolak perhelatan sepak bola tersebut, melainkan kecenderungan industri seks yang menyertainya.
Perjuangan Femen sudah memasuki konteks politik yang lebih luas. Organisasi feminis ini bertekad mengakhiri dominasi laki-laki dalam kehidupan politik. Parlemen Ukraina, yang didominasi laki-laki, seringkali menyerupai arena tinju. Banyak perdebatan politik di parlemen berakhir dengan adu jotos.
  “Kami ingin merebut kekuasaan dari laki-laki, membangun barikade, memulai perang dan menciptakan masyarakat matriarkhi untuk dunia yang lebih baik,” kata Alexandra menjelaskan tujuan politiknya.
Saat ini, Femen sedang memperjuangkan UU yang melarang bisnis seksual. Mereka juga memperjuangkan hukuman bagi mereka yang menghidupkan bisnis seksual dan perdagangan perempuan. Tetapi, Femen tidak hanya berjuang di negerinya. Mereka juga berpartisipasi dalam berbagai protes di tingkat dunia: Occupy Wall Street, menentang pertemuan Forum Ekonomi Dunia di Davos, memprotes nuklir, dan lain-lain. Selain itu, Femen juga punya kampanye menarik: rajin membaca buku. Mereka punya slogan: If you don’t read books, we’re not going to sleep with you!
Tujuan dan sikap
FEMEN menggambarkan dirinya sebagai "radikal feminisme" dan klaim untuk "berjuang patriarki dalam tiga manifestasi-eksploitasi seksual untuk perempuan, kediktatoran dan agama".  FEMEN telah berjanji untuk memerangi industri seks, Gereja dan sikap terhadap aborsi dan masyarakat patriarkal, serta orang-orang yang menentang hak yang sama untuk LGBT masyarakat. FEMEN telah menyatakan oposisi terhadap Islamisme,  "Hukum syariah" dan berbicara menentang praktek  FGM.
 Pada situs resminya FEMEN menyatakan: "FEMEN – adalah sekstremisme yang melayani untuk melindungi hak-hak perempuan, pengawas demokrasi menyerang patriarki, dalam segala bentuknya: kediktatoran, gereja, industri seks".

FEMEN telah menyatakan baik dukungan dan oposisi terhadap berbagai tokoh masyarakat dan organisasi, misalnya, kelompok Pussy Riot dan berkolaborasi dengan Aliaa Elmahdy. Pada tahun 2011 kelompok telah menyatakan bahwa ia telah menikmati keberhasilan yang terbatas dalam mendorong agenda. Hal itu juga dikritik karena kegagalan "untuk memberikan banyak wawasan tentang apa tujuan konkrit [organisasi] adalah".

Cabang internasional

Sejak akhir 2011 FEMEN telah mengadakan aksi unjuk rasa di luar Ukraina. Pada akhir April 2011, organisasi menyatakan telah mendirikan cabang internasional di Warsawa, Zürich, Roma, Tel Aviv, dan Rio de Janeiro. Sebuah demonstrasi yang dilakukan oleh sebuah kelompok yang disebut RU FEMEN di ibukota Rusia, Moskwa, pada akhir April 2011 segera dikecam sebagai keturunan palsu FEMEN. FEMEN menuduh partai politik Rusia Rusia Bersatukarena telah mengatur RU FEMEN. Awal 2013 FEMEN mengaku telah memiliki anggota di Brasil, Jerman, di Amerika Serikat, Kanada, Swiss, Italia, Bulgaria, dan Tunisia.
FEMEN France adalah cabang Perancis dari FEMEN. Setelah menebang sebuah salib dekat Maidan Nezalezhnosti di Kiev pada Agustus 2012, Inna Shevchenko meninggalkan negara itu dan pergi ke Paris untuk mendirikan FEMEN France, sebuah pusat pelatihan bagi aktivis. The international training center opened on 18 September 2012.
Pada 23 Januari 2013 grup nasional ketiga FEMEN dibuka secara resmi ketika Alexandra Shevchenko meluncurkan FEMEN di Jerman mengusulkan untuk melatih dan memimpin kelompok dari Berlin dan Hamburg. Cabang Jerman dari FEMEN didirikan oleh Zana Ramadani.
FEMEN di Quebec juga aktif, yang didirikan oleh kelahiran Ukraina, Sept-Îles dipimpin oleh Xenia Chernyshova. Pada tanggal 10 September 2013 cabang Belgia dari FEMEN secara sukarela membubarkan diri sendiri.
Kritik Terhadap FEMEN
Kritik telah menyatakan bahwa anggota FEMEN lebih tertarik pada promosi diri dari reformasi nyata, dan bahwa kejenakaan mereka sering norak dan merusak penyebab protes mereka. Menurut (studi ahli gender Ukraina) Tetyana Bureychak, kebanyakan wanita Ukraina tidak terkesan oleh FEMEN,  (Sosiolog Ukraina) Oleh Demkiv telah berbicara menentang sifat kontroversial dari protes FEMEN dan pada bulan Juli 2011 ia menyatakan mereka "sayangnya, tidak menikmati dukungan rakyat, atau menyebabkan perubahan dalam kesadaran Ukraina".  Pada Februari 2013 Joanna Rohozinska (dari National Endowment for Democracy) menyatakan "ada sedikit bukti dari setiap protes Femen memiliki dampak yang signifikan "dan dia menyebut keputusan FEMEN untuk mendirikan cabang di luar Ukraina "sebagai jujur, terbaik, terus terang, dan agak pengecut".  Komentar positif di Ukraina tentang FEMEN berasal dari Maria Mayerchyk(dari Universitas Lviv), yang telah berbicara tentang FEMEN, mengatakan bahwa mereka adalah "positif, radikal dan penting fenomena yang mampu mengangkat isu-isu sosial", dan Larysa Kobelianska (Pemimpin Program hak-hak perempuan PBB) mengatakan kelompok ini telah berhasil menarik perhatian publik terhadap masalah perempuan, bahkan jika dengan cara yang dipertanyakan.

Kelompok ini terlihat lebih positif di luar negeri. Naomi Westland menulis bahwa "negara-negara Barat lebih terbiasa dibandingkan di belahan bumi Timur untuk melihat tubuh telanjang atau semi telanjang di media dan di jalanan. Tapi di negara-negara di mana ketelanjangan adalah hal yang tabu, protes memiliki dampak yang lebih mendalam." Jeffrey Tayler mencatat: "Femen berasal dari Ukraina, yang lahir dari perempuan muda yang tumbuh tanpa paparan budaya Barat, kebenaran politik dan memiliki rasa hormat yang sedikit untuk itu, dari negara mereka Soviet pada masa lalu, mereka tahu bagaimana merusak kebebasan berbicara dapat menyesakkan. Sekarang mereka telah pindah ke Barat, Femen telah berani melanggar peraturan dan dimeriahkan perdebatan peran agama di dunia kita." FEMEN mendapat sambutan positif setelah membuka lokasi mereka di Paris. FEMEN telah dikritik oleh Chitra Nagarajan untuk "obsesi dengan ketelanjangan yang merupakan sebuah feminisme kolonial rasis."
Aksi-aksi Protes FEMEN
Contoh dari protes FEMEN terhadap lembaga keagamaan adalah:
v  Pada November 2011, Aktivis FEMEN Alexandra Shevchenko memulai pengupasan dan melambaikan spanduk yang menyatakan "Kebebasan bagi perempuan" setelah khotbah Minggu Paus Benediktus XVI di Saint Peter's Square diTakhta Suci. Shevchenko dan rekan-rekannya segera ditangkap oleh Polisi Italia.[90][91]
v  Pada April 2012, lima aktivis FEMEN memprotes undang-undang yang akan menghentikan aborsi di Ukraina dengan pementasan demonstrasi gerakan hak aborsi di menara tempat lonceng bergantung dari Katedral Saint Sophia di Kiev, dengan dering lonceng gereja saat melakukannya. Mereka ditahan oleh polisi.
v  Pada 26 Juli 2012, seorang aktivis FEMEN tanpa penutup dada, Yana Zhdanova, menyerang Patriark Moskow dan semua Rus', Kirill I dari Moskow, sementara ia mengunjungi Ukraina. Zhdanova memiliki kata-kata "Bunuh Kirill" yang dilukis di punggungnya dan berteriak "Keluar!" kepada pemimpin Kristen Ortodoks. Dia ditangkap selama lima belas hari untuk tindakannya.
v  Organisasi melakukan protes topless di Olimpiade Musim Panas 2012 di London menentang "rezim Islam berdarah", yang mereka menuduh IOC telah mendukung hal tersebut. Protes tersebut juga melibatkan perempuan dalam pakaian pria Muslim serta tanda-tanda yang menyatakan "Tidak Ada Syariah".
v  Pada 17 Agustus 2012, Inna Shevchenko dan dua aktivis FEMEN lainnya menggergaji bawah kayu salib besar di dekatMaidan Nezalezhnosti di Kiev dalam dukungan untuk kelompok Rusia Pussy Riot. (Tiga anggota Pussy Riot itu harus dihukum oleh pengadilan Rusia hari itu).  Aksi ini menarik tanggapan campuran. Sebuah kasus pidana dibuka terhadap FEMEN di bawah "Bagian 2 dari Pasal 296 (hooliganisme) KUHP Ukraina". FEMEN mengklaim bahwa setelah kejadian tersebut, pasukan dari Departemen Dalam Negeri menyelenggarakan blokade di sekitar kantor pusat FEMEN di Kiev. Pada tanggal 18 Agustus 2012 sebuah salib Kristen yang baru didirikan di tempat yang sama.
v  Aktivis FEMEN membakar bendera Salafi di depan Masjid Paris pada 3 April 2013, sebagai bagian dari protes solidaritas dengan Amina Tyler.

Isu-isu internasional

Pada Desember 2012 FEMEN "memperingatkan" Uni Eropa "untuk menghentikan segera kontak politik, ekonomi dan budaya dengan kediktatoran Gazprom-Kremlin"; karena "ketergantungan pada Nord Stream akan membawa Eropa ke keruntuhan ekonomi dan penghapusan persyaratan visa untuk  Rusia  mengancam  Eropa dengan budaya  Armageddon". 8 April 2013 "penyergapan tanpa penutup dada" menimpa Presiden Rusia Vladimir Putin (disertai dengan Kanselir Jerman Angela Merkel) di Hanover Trade Fair digambarkan oleh Alexandra Shevchenko sebagai "wanita non-kekerasan memprotes diktator paling berbahaya di dunia, itu mendapat liputan besar dan mudah-mudahan akan menginspirasi orang di Rusia serta membantu kita untuk merekrut anggota baru".

Conto Protes "Ukraine is not a Brothel!" Mei 2009 di Maidan Nezalezhnosti
Pendiri Anna Hutsol yang gigih menentang legalisasi prostitusi di Ukraina[18] dan menjadi advokat untuk kriminalisasi prostitusi di luar negeri. Pada akhir Mei 2009, FEMEN mengusulkan pengenalan tanggung jawab pidana atas penggunaan jasa industri seks.  FEMEN memprotes apa yang mereka berpendapat adalah langkah yang dibuat oleh pemerintah Ukraina untuk melegalkan prostitusi selama kejuaraan EURO 2012. Kelompok diminta UEFA dan pemerintah Ukraina untuk menciptakan sebuah program sosial yang ditujukan untuk masalah wisata seks danprostitusi di Ukraina, untuk menginformasikan penggemar sepak bola bahwa prostitusi adalah ilegal di Ukraina, dan mengambil langkah-langkah tambahan untuk memerangi prostitusi dan pariwisata seks.
Meskipun keberatan Femen untuk industri seks, kelompok ini telah berjuang melawan penuntutan Anastasia Grishay oleh otoritas Ukraina (diprakarsai oleh tokoh Komunis anggota parlemen) atas dasar keterlibatan dalam pornografi.

Contoh FEMEN protes di luar Gedung Dinas Rahasia di Kiev (Agustus 2010)
FEMEN telah memprotes "terhadap pembatasan kebebasan demokratis dan kebebasan pers" selama kepresidenan Viktor Yanukovich dan melawan korupsi pemerintah (Ukraina). Aksi protes FEMEN juga terjadi terhadap mereka yang diduga anti-Ukrainakebijakan oleh Gereja Ortodoks Rusia dan Presiden Rusia  dan  Pemerintah Rusia. Hal ini juga menuntut "kemerdekaan bagi gereja Ukraina".
Di masa lalu (yaitu 2012) FEMEN telah menyatakan bahwa tujuannya adalah "untuk mengembangkan kepemimpinan, kualitas intelektual dan moral perempuan muda di Ukraina" dan "untuk membangun citra Ukraina, [sebuah] negara dengan peluang besar bagi perempuan".[88][42] Tapi hari ini situs resminya tidak menyebutkan tujuan yang ditujukan wanita Ukraina khususnya (atau dari negara lain). Pada tahun 2010 telah menyatakan tujuan dari organisasi mana "mengguncang perempuan di Ukraina, membuat mereka aktif secara sosial,. Untuk mengatur revolusi perempuan pada tahun 2017.

Pendanaan
Demonstrasi FEMEN bersama DJ Helldi Kiev pada 22 Mei 2009 Program ini dibiayai oleh aktivis FEMEN melalui penjualan produk bantalan patung FEMEN melalui beberapa 30 bab.  FEMEN also receives donations from individuals  seperti Helmut Geier (juga dikenal sebagai DJ di bawah aliasDJ Hell),  Pengusaha wanita Jerman Beate Schober (yang saat ini berada diUkraina),  Pengusaha Amerika Jed Sunden (pendiri perusahaan Ukraina KP Media dan mantan pemilik surat kabar Kyiv Post) dan Ukraina Kanada. Sejak Desember 2011 Jed Sunden berhenti menjadi sponsor dan memberi dukungan terhadap Femen karena tindakan mereka yang dapat menyinggung keyakinan agama orang.
Pada bulan Maret 2012 (majalah Ukraina) Focus menyatakan bahwa aktivis FEMEN menerima royalti untuk wawancara asing dan di tabloid. Dalam majalah tersebut Anna Hutsol menegaskan bahwa rally di Istanbul disponsori oleh perusahaan yang memproduksi pakaian dalam di Turki. Seorang jurnalis Ukraina 1+1, yang mengaku (pada September 2012) telah menyusup organisasi, mengatakan bahwa kantornya di ibukota Ukraina, Kiev, membiayai gerakan tersebut sebanyak lebih dari $2,500 per bulan, di atas gaji masing-masing anggota yang adalah sekitar $1.000 per bulan.

DAFTAR PUSTAKA

Buku dan Artikel

Ø  Bartky, Sandra Lee, 1988. Foucault, Femininity, and the Modernization of Power”, in: Diamond, Boston: Northeastern University Press.
Ø  Butler, Judith. 1990. Gender Trouble. Feminism and the Subversion of Identity. London: Routledge.
Ø  Beauvoir, Simone de. 1949. The Second Sex. Penguin.
Ø  Foucault, Michel. 1977. The History of Sexuality 1: An Introduction. New York: Vintage/Random House.
Ø  Irigaray, Luce. 1985. Speculum Of The Other Woman. Ithaca: Cornell University Press.
Ø  Sartre, Jean-Paul. 1956. Being and Nothingness: An Essay on Phenomenological Ontology. New York: Routledge

Sumber Online:




Share:
Mufazzal (c). Powered by Blogger.

Blogroll

"Kami Pemuda Yang Mengakui Bahwa Kami Tidak Memiliki Pengalaman, karena Kami Tidak Menawarkan Masa lalu. Kami Pemuda Menawarkan Masa Depan Untuk Perubahan Menuju Kesejahteraan, Kecerdasan, Dan Harga Diri"

Total Views

Popular Posts

Blog Archive

Contact Form

Name

Email *

Message *